Diabetes melitus yang dikenal juga sebagai penyakit kencing manis, merupakan salah satu penyakit tidak menular yang angka kejadiannya terus meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang tinggi termasuk salah satu negara yang menempati peringkat atas jumlah penderita diabetes melitusnya. Tingginya angka kejadian diabetes melitus ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari seluruh masyarakat dan tenaga kesehatan, mengingat diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya beragam komplikasi, baik yang bersifat mengancam jiwa maupun menurunkan kualitas hidup, serta berdampak signifikan pada beban pembiayaan kesehatan di semua level.
Kondisi hiperglikemia dalam jangka panjang seperti yang dialami oleh pasien diabetes, berhubungan erat dengan terjadinya kerusakan pada sistem vaskular. Berdasarkan keterlibatan sistem vaskular yang terjadi, komplikasi yang sering dialami oleh pasien diabetes dapat dibedakan menjadi komplikasi makrovaskular dan komplikasi mikrovaskular. Tulisan ini akan membahas mengenai neuropati diabetik, yang merupakan salah satu manifestasi mikrovaskular mayor yang banyak dialami oleh pasien diabetes melitus.
Apa itu neuropati diabetik?
Neuropati diabetik merupakan salah satu jenis nyeri neuropati yang sangat sering terjadi pada pasien diabetes melitus. Nyeri neuropati sendiri didefinisikan sebagai nyeri yang timbul akibat adanya kerusakan atau penyakit pada sistem saraf somatosensory. Walaupun patogenesis dari neuropati diabetik belum sepenuhnya diketahui, namun terdapat cukup banyak teori yang dapat menjelaskan terjadinya kondisi ini, seperti perubahan struktur pembuluh darah yang menutrisi sel-sel saraf, stres oksidatif, perubahan metabolik, perubahan kanal ion, ketidakseimbangan faktor excitatory dan inhibitory, sensitisasi sentral, dan sebagainya.
Data menunjukkan bahwa separuh dari seluruh pasien diabetes mengalami setidaknya satu atau lebih manifestasi neuropati. Bentuk dari neuropati diabetik yang paling sering terjadi adalah distal symmetrical polyneuropathy, namun terdapat juga tipe neuropati diabetik lain yang dapat dialami oleh orang dengan diabetes, seperti neuropati autonom, mononeuropati, dan radikulopati.
Bagaimana gambaran klinis pada neuropati diabetik?
Gambaran klinis pada neuropati diabetik sangat bervariasi, tergantung pada jenis serabut saraf yang terlibat (mengalami lesi/kerusakan). Secara umum, neuropati diabetik memiliki karakteristik yang serupa dengan kebanyakan nyeri neuropati, yaitu sensasi terbakar, tertusuk, kesemutan, seperti tersetrum, paresthesia, yang dialami tanpa stimulus eksternal dan seringkali memburuk di malam hari. Kondisi ini seringkali juga disertai dengan respons yang abnormal terhadap stimulus yang semestinya sedikit atau bahkan tidak menimbulkan nyeri (hyperalgesia dan allodynia). Keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien neuropati diabetik dapat berdampak signifikan pada fungsi seseorang dalam menjalani aktivitas sehari-hari, menyebabkan disabilitas, gangguan psikososial, dan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan, termasuk bertambahnya beban biaya langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kondisi tersebut. Mati rasa juga merupakan salah satu gambaran dari kondisi neuropati diabetes, terutama saat ada keterlibatan serabut saraf yang lebih besar. Hal ini juga dapat berdampak pada hilangnya sensasi protektif, dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ulkus diabetik (diabetic foot ulceration).
Dalam kasus diabetic autonomic neuropathy (DAN), gejala yang timbul akan bergantung pada sistem organ yang terdampak, dan membutuhkan evaluasi yang lebih menyeluruh. Beberapa contoh gejala yang mungkin timbul adalah perubahan denyut jantung pada kasus cardiovascular autonomic neuropathy, perubahan waktu transit lambung pada kasus gastrointestinal autonomic neuropathy, atau perubahan fungsi ereksi pada kasus urogenital autonomic neuropathy.
Bagaimana tata laksana neuropati diabetik?
Sebagai suatu komplikasi dari penyakit diabetes melitus, kejadian dan tingkat keparahan dari neuropati diabetik akan sangat bergantung pada kontrol glukosa darah yang dicapai oleh pasien. American Diabetes Association menekankan pentingnya mengoptimalkan kontrol glukosa secara efektif untuk mencegah atau menunda perkembangan neuropati pada pasien diabetes. Kontrol gula darah yang baik dapat dicapai dengan pendekatan multifaktorial, menggunakan terapi obat-obatan (farmakologis) serta didukung dengan modifikasi gaya hidup, mencakup pengaturan pola makan, aktivitas fisik, manajemen berat badan, dan menghindari paparan asap rokok.
Di samping mencapai kontrol gula darah yang baik, nyeri neuropati yang menjadi keluhan utama pada kasus neuropati diabetik juga memerlukan tata laksana tersendiri untuk meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Berbeda dengan tata laksana nyeri nosiseptif yang banyak mengandalkan obat analgesik dan antiinflamasi, penanganan nyeri neuropati diabetik relatif lebih kompleks dan melibatkan golongan obat yang diharapkan dapat membantu memperbaiki gangguan yang terjadi pada sistem saraf, seperti obat golongan antikonvulsan (contoh: pregabalin, gabapentin) dan antidepresan (contoh: duloxetine, amitriptyline). Untuk mencegah kejadian ulkus diabetik yang juga berkaitan erat dengan neuropati, maka semua pasien diabetes perlu mendapatkan edukasi terkait teknik perawatan kaki dan perawatan luka. Pemeriksaan rutin juga memegang peranan penting agar pasien diabetes dapat memastikan kontrol glukosa darah terpantau, dan kejadian komplikasi seperti neuropati diabetik dan komplikasi lainnya dapat diminimalisasi.
Referensi:
1.Schreiber AK, et al. Diabetic neuropathic pain: Physiopathology and treatment. World J Diabetes. 2015;6(3):432–44.
2.Pop-Busui R, et al. Diabetic Neuropathy: A position statement by the American Diabetes Association. Diabetes Care 2017;40:136–54.
3.Sharma JK, et al. Diabetic autonomic neuropathy: a clinical update. J R Coll Physicians Edinb 2020;50:269–73.
MPL/OGB/012/III/2022
Comments