Diabetes melitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang dikarakterisasi dengan terjadinya peningkatan kadar gula darah melebihi batas normal (hiperglikemia) yang disebabkan oleh gangguan pada proses kerja insulin, produksi insulin, maupun keduanya. Penyakit yang dikenal juga dengan istilah penyakit kencing manis ini merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular (noncommunicable disease) dengan angka kejadian yang tinggi di seluruh dunia dan terus menunjukkan tren peningkatan dari segi jumlah. Data epidemiologi menunjukkan bahwa proporsi pasien diabetes umumnya lebih banyak dilaporkan pada negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sementara itu, angka kematian terkait diabetes yang dilaporkan yakni sekitar 1,6 juta setiap tahunnya.
Penyakit diabetes merupakan suatu kondisi kronis yang berkembang dalam kurun waktu yang relatif panjang. Pada tahap awal perjalanan penyakit, tidak banyak gejala khas yang dapat dijumpai, sehingga seringkali pasien tidak menyadari kondisi medis yang dialami dan tidak mendapatkan pengobatan yang diperlukan. Hal ini menyebabkan penyakit diabetes perlu mendapatkan perhatian khusus dari tenaga kesehatan, untuk dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengenali faktor risiko serta melakukan screening rutin, dengan harapan kasus-kasus diabetes dapat terdeteksi lebih dini. Penyakit diabetes yang tidak dikelola dengan baik dapat berpotensi menimbulkan komplikasi pada berbagai organ. Secara umum komplikasi dari penyakit diabetes dapat dibedakan menjadi komplikasi makrovaskular, seperti penyakit jantung koroner dan stroke, serta komplikasi mikrovaskular, seperti gangguan pada sistem saraf (neuropati) dan fungsi ginjal (nefropati).
Penyakit diabetes beserta beragam komplikasinya dapat berdampak besar terhadap kualitas hidup pasien. Dampak ekonomi berupa beban biaya pengobatan juga akan semakin besar. Untuk meminimalisasi berbagai dampak yang bersumber dari penyakit diabetes dan komplikasinya, diperlukan tata laksana yang komprehensif dengan kerja sama yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.
Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi diabetes menurut Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019 dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah sebagai berikut:
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 disebabkan gangguan produksi insulin pada sel beta pankreas. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh pankreas yang memiliki tugas utama untuk memperantarai transpor gula dari dalam darah ke sel-sel tubuh. Kurang atau tidak adanya produksi insulin dari pankreas bertanggung jawab pada tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) yang dialami oleh pasien diabetes tipe 1. Untuk mengatasi kondisi ini, pasien diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin agar kadar gula darah dapat terkendali. Diabetes tipe 1 banyak dikaitkan dengan mekanisme autoimun dan umumnya terdiagnosis di usia yang relatif muda.
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes dengan angka kejadian yang paling tinggi dibandingkan tipe lainnya. Pada diabetes tipe 2, kondisi hiperglikemia pada pasien disebabkan karena adanya gangguan pada respons sel-sel tubuh terhadap kerja insulin, di mana sel yang seharusnya memberikan respons dengan baik, berkurang responsnya, atau dikenal juga dengan istilah resistansi insulin. Kondisi ini juga dapat disertai dengan defisiensi insulin relatif sehingga memperberat kondisi hiperglikemia yang terjadi. Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang erat kaitannya dengan pola hidup (lifestyle), seperti pola makan yang kurang baik dan aktivitas fisik yang minim.
3. Diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus gestasional sering disebut juga sebagai diabetes pada kehamilan. Kondisi ini ditandai dengan kenaikan gula darah selama masa kehamilan. Gangguan ini biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dan kadar gula darah akan kembali normal setelah persalinan.
4. Diabetes tipe spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain
Diabetes tipe ini dapat disebabkan oleh adanya penyakit eksokrin pankreas atau pun oleh obat/zat kimia.
Gejala Diabetes Melitus
Gejala diabetes melitus umumnya bervariasi bergantung pada jenis diabetes yang dialami. Diabetes melitus tipe 1 umumnya menunjukan onset gejala yang lebih jelas dan ditemukan di usia yang relatif muda, berbeda dengan diabetes tipe 2, di mana umumnya tidak semua pasien merasakan gejala yang bermakna selama tahap awal perkembangan penyakit.
Terdapat beberapa gejala atau keluhan yang dikenal sebagai keluhan khas diabetes, meliputi sering merasa haus (polidipsia), sering berkemih (poliuria), dan sering lapar (polifagia). Selain ketiga gejala tersebut, mungkin juga dijumpai penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan beberapa gejala lainnya seperti badan terasa lemas, gatal pada kulit, pandangan kabur, infeksi genitalia, maupun disfungsi seksual. Banyak gejala pada pasien diabetes yang muncul sebagai tanda dari timbulnya komplikasi pada organ target, oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan upaya deteksi dini. Terdapat kelompok pasien yang sudah menunjukkan tren peningkatan gula darah, namun belum memenuhi kriteria untuk didiagnosis sebagai diabetes. Kelompok yang dikenal juga dengan prediabetes inilah yang perlu mendapatkan perhatian lebih, agar segera dilakukan intervensi, baik farmakologis maupun nonfarmakologis, agar kondisi yang dialami tidak berkembang lebih jauh menjadi diabetes dan berbagai komplikasinya.
Diagnosis Diabetes Melitus
Penegakkan diagnosis diabetes melitus tetap hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik menggunakan sampel plasma darah yang diambil dari pembuluh darah vena (bukan kapiler) di laboratorium klinik yang terstandardisasi.
Kriteria diagnosis diabetes melitus menurut PERKENI mencakup:
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam.
atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.
atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandardisasi oleh National Glycohaemoglobin Standardization Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal namun belum memenuhi kriteria diabetes melitus digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang dapat dinilai dari adanya toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT), atau keduanya. GDPT terjadi ketika pemeriksaan glukosa plasma puasa berada di rentang 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl. TGT terpenuhi jika hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl. Hasil pemeriksaan HbA1c di rentang 5,7-6,4% juga menunjukkan bahwa seseorang termasuk kelompok prediabetes.
Referensi:
1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2019. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Pengurus
Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI)
2. Diabetes. Available from: https://www.who.int/health-topics/diabetes#tab=tab_1
3. Symptoms of diabetes. Available from: https://www.healthline.com/health/diabetes#symptoms
MPL/OGB/016/VIII/2021
Comments